Monday, July 18, 2005

menari/zen

para ibu,
jarit baru
kebaya norak
mainkan lendang
menari zen

air mata basahi pupur
jadi kelabu membentuk garis
berkelok di cekung mata
turun ke pipi
ke ujung bibir
tertarik di ujungnya
merana

para ibu
mengais pandang
penonton kosong
cuma ketela
pohon tercabut
telah diambil
semua umbinya

para ibu
tetap menari
lambaikan lendang
bentuk lingkaran
arah penonton
(cuma ketela, pohon tercabut
telah diambil semua umbinya)
gerak membungkuk
hormat takzim
dendangkan salam
begini bunyinya:

(aiya iya iyo
sirkus kampung
trubador jalan
selamat datang!
satu guru satu ilmu
tentu saja
jangan menganggu!
aiyo iyo iya
tuan puan handai tolan
tanah perdikan
mohon ijinkan
kami panggungkan
seni budaya kehidupan
tentang seri dan dukana
tentang kutuk dan serapah
tentang padi dan kumbang
dan pohon jamblang
dan getah dupa
dan zen)

lalu kaku tubuh mereka
gemuruh angin
sorakan maya
letupan dendam
tiba tiba tak berdaya
kerna para ibu sedang menari
menari zen

dan tak ada yang tak tahu
rasa nikmatnya
menari zen dengan sukma
tak ditonton tak apa apa
tak digubris sudah biasa
tak makan
entahlah
entah bisa
entah jalan pulang
tinggal surga

(tigaribu terbit tenggelam matahari,
para ibu masih menarikan zennya
tak juga
penonton
silih ganti
… tak ada!)

- kubikelku, 27 Mei, 12.38 WIB -

dan
para ibu terus menari
menembus malam menjelang pagi
lambaian lendang lembut melayang
menampar rindu, mengguyang kasih
merobek duka merunut nasib lalu meradang
bah!
melahap kupu terbang menelan sarang belalang
menggerit pokok kayu
meremuk tebing menggerus batu
menghisap kali menggulung tepian
menokok gunung mengerat langit
menggundu bintang
membelah sukma dan
jagad tunggang langgang
berlari tanpa arah rasa tak jenak
terus bertanya: kenapa ya? kenapa ya?

dan para ibu tetap menari
menarikan zen
mereka
sambil bersenandung
ditingkahi elahan napas dengusan lelah
sayup rintih menggendam gendang telinga

(semata wayang mengejar bayang
duh gusti pintaku pinta
sepanjang galah pintalan duka
jangan di-jenu dengan laku
muka murka membakar marah
apa yang tertinggal?
durjanakah? durjana?)

(duh biyung duh biyung
jenang putih glali abang
padhang ra dadi dolanan
kesengkang perih raga lan rasa
lakon lanang lakuning pamrih
laku tembih lakon tembih laku?)

dan
para ibu terus menari
tak rasa dapur tak asap lagi
cucian kering asahan kosong
rasanan unggas berdecak di bilik sepi
menghujat para lelaki pandangi ibu lagi menari
terus
menari
menarikan
zen

(kubikelku, 10 juni 2002, 16.41 wib)

No comments:

 
 free web counter Counter Powered by  RedCounter